Diskusikandan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC (3-5 halaman) 2. Jelaskan tentang sejarah awal mula kehidupan orang Badui dan bagaimana adat istiadatnya ? Dari nama-nama kerajaan di Sulawesi di atas, kamu pilih satu dan berikan penjelasan secara singkat tentang kerajaan tersebut, misalnya kapan berdiri Wilayah Banten pada masa Maulana Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda pada kedua sisinya. Latar Belakang Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 yang dimulai dari Tangerang dan Angke. Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal tersebut. De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam engraving karya François Valentijn, Amsterdam, 1726. Saat perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan. Menghadapi kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut. Semakin kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadiPenolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 1658. Menurut Djajadiningrat 198371 dan Tjandrasasmita 196712-16, pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659. Pada dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten Djajadiningrat, 198373. Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC. Gencatan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 1679 tentang usaha untuk menghancurkan dan melenyapkan Banten. Awal Kejatuhan Dalam paparan Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 yang dikarang Ricklefs bahwa Sultan Abu Nasr Abdul Kahar Sang Putra Mahkota Banten ini yang kelak bergelar Sultan Haji 1682-7 menjalankan kekuasaan yang sangat besar di banten. Ambisi Putra Mahkota dan ayahnya Sultan Ageng menimbulkan konflik. Karena Sang Putra Mahkota yang memihak kepada VOC, sedangkan Ayahnya yang menolak keras VOC. Pada tahun 1680 Sultan Ageng berniat untuk perang melawan VOC ketika para pedagang Banten dianiaya. Namun, sebelum perselisihan dimulai, muncullah ketek bengek dari Putra Mahkota karena ia mengambil alih kekuasaan, terlebih lagi menawan Sultan Ageng di kediamannya. Semakin dia berpaling ke belanda, maka semakin banyak pula dia kehilangan dukungan dari kaum muslim. Nina H. Lubis dalam bukunya Banten Dalam Pergumulan Sejarah menjelaskan bahwa dukungan Putra Mahkota kepada VOC dikarenakan pendekatan dan penghasutan yang dilakukan oleh wakil Belanda di banten bernama W. Caeff. Karenannya Putra Mahkota ini mencurigai Sultan Ageng dan anaknya yang bernama Pangeran Arya Purbaya, sebab takut dirinya tidak bisa naik tahta kesultanan karena masih ada Pangeran itu. Dan akhirnya Putra Mahkota ini meminta bantuan VOC dan menerima persyaratan yang diajukan oleh tahun 1682, pasukan VOC yang dipimpin oleh Francois Tack dan Isaaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten untuk menangkap anak Sultan Ageng itu yang berada di Istananya. Sementara itu Sultan Ageng beserta pendukungnya berhasil kabur dan merebut kembali kota tersebut untuk kemudian dibakarnya. Dan Putra Mahkota menjadi kacung yang hanya termangut-mangut kepada VOC. Artileri belanda berhasil menangkap Sultan Ageng dan menahannya di Banten yang kemudian dipindahkan ke Batavia tempat wafatnya. Akan tetapi Belanda masih tidak bisa tidur lelap, karena perjuangan pasukan Banten tidak terhenti sampai di situ. Para pengikut setia Sultan Ageng yang dipimpin oleh Syekh Yusuf terus melakukan intimidasi terhadap Kompeni itu. Nasib buruk menimpa Syekh Yusuf, tahun 1683 ia beserta keluarganya tertangkap Kompeni. Dengan begitu Kesultanan banten berada di ambang kehancuran. Terlebih lagi dengan ditandatanganinya perjanjian pada tahun 1684 yang terdiri dari sepuluh pasal, yang tentu saja merugikan pihak Kerajaan Banten. Akibat perjanjian ini Kesultanan Banten mulai dikuasai Belanda dengan dibangunnya benteng Kompeni yang bernama Speelwijk di tempat bekas benteng kesultanan yang telah dihancurkan. Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah mengindikasikan bahwa setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan. Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak pertama Pangeran Ratu mnejadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690. Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudian ia wafat. Dengan adanya campur tangan dari VOC dalam masalah kepemimpinan menimbulkan ketidakefektifan dalam menjalankan tugasnya. Dan puncaknya adalah ketika VOC pada tahun 1733 mulai berusaha mendudukan orang-orang luar kerajaan yang bukan dari keturunan Maulana Hasanudin di tahta Kerajaan Banten melalui agen-agen politiknya yang masuk dalam lingkungan keraton Banten. Dan karena ini pula tahun 1750 perlawanan Banten yang dipimpin Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa dimulai. Ketika kemenangan hampir diraih mereka, bantuan militer VOC datang membantu menumpas perlawanan Banten. Pasukan Banten pun mundur dan kemudian menyerang lagi. Serangan berikutnya membuat VOC mengajukan genjatan senjata. Dan di momen inilah Belanda menambah armadanya. Maka pada tahun 1751 denga kekuatan pasukan orang melakukan serangan ke titik pertahanan VOC. Namun apa daya kekuatan persenjataan yang tidak seimbang mengakibatkan pasukan Ratu Bagus dan Kiai Tapa ditekan habis-habisan oleh pasukan VOC sampai ke pedalaman Banten dekat daerah Jasinga. Kekalahan ini menyebabkan Kiai Tapa sampai pada suatu kesimpulan, yaitu Belanda tidak bisa dihancurkan kecuali terlaksananya peperangan secara serentak di berbagai daerah. Karena itu ia mencari dukungan dari berbagai daerah, tetapi tidak mendapatkannya sesuai yang diharapkan. Walaupun tahta kerajaan berhasil dikembalikan pada keturunan Maulana Hasanudin, tetapi sebenarnya mereka telah berada dalam genggaman Belanda yang pada akhirnya menjajah daerah Nusantara. Sumber Faza Fahleraz/Absen 12/No. Induk 1311644

Diskusikandan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC (3-6) halaman ! Jawaban: Diawali dengan banten menyerang pasukan belanda yang ada di Batavia. Pada tahun 1655, Sultan Ageng, Raja Banten saat itu, mengirim 2 gelombang pasukan ke Batava untuk menyerang pasukan Belanda yang ada di sana.

Jawabannya seperti ini ya temen-temen . Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari33. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark34. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar37 membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata38. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadiPenolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 165839. Menurut Djajadiningrat 198371 dan Tjandrasasmita 196712-16, pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten Djajadiningrat, 198373.Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 165940, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark41, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 167942 tentang usaha untuk menghancurkan dan melenyapkan Banten Terima kasih atas bantuannya ya teman-teman, silahkan bantu share website ini ke temen-temenmu yang lain juga ya Ringkasantentang Kejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOC CONTOHTEKS.NET - Kerajaan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Awal berdirinya sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan kemudian
De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam engraving karya François Valentijn,Amsterdam, perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakanhubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram sertadengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark. Hal ini dilakukan agar Banten dapatmemperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki,Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjataapi. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai olehkesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukanSurosowan. Menghadapi kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatandengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, danBugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebihbanyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut. Semakin kuatnya pasukan Banten,ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedangberperang dengan Makasar membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657mengajukan penawaran gencatan senjata. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangatmerugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOCdari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 denganmembawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, SultanAgeng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan.

Diskusikandan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan banten ke tangan voc (3-6 halaman Iklan Jawaban terverifikasi ahli AndrianSP Diawali dengan banten menyerang pasukan belanda yang ada di Batavia. Pada tahun 1655, Sultan Ageng, Raja Banten saat itu, mengirim 2 gelombang pasukan ke Batava untuk menyerang pasukan Belanda yang ada di sana.

Jawabannya seperti ini ya temen-temen Semula,Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian,Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillahsendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat 1570. Iadimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan GunungJati. Di bawah pemerintahan Hasanuddin 1552 – 1570, Banten mengalamikemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai keLampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan olehputranya, Panembahan Yusuf 1570 –1580. Pada masa pemerintahannya,Pajajaran berhasil ditaklukkan 1579.PanembahanYusuf wafat pada tahun 1580 dan digantikan putranya, Maulana Muhammad1580 – 1597. Pada masa pemerintahannya, datanglah Belanda. Iamenyambut kedatangan Belanda dan oleh Belanda ia diberi gelar RatuBanten. Sepeninggal Ratu Banten, pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakiryang masih kanak-kanak 1597 – 1640. Ia didampingi oleh walinya,Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh AbuMali Ahmad 1640 – 1651.Pemerintahanselanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang bergelar Sultan AgengTirtayasa 1651 – 1682. Pada masa pemerintahannya, Banten mencapaikejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan,pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosialekonomi masyarakat Banten. Namun sejak VOC turut campur tangan dalampemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya yang dilakukan Sultan Ageng terhadap Kerajaan Banten1. memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan daerah kekuasaan,2. menjadikan Banten sebagai bandar internasional,3. memodernisasi bangunan istana dengan arsitektur Lukas Cardeel,4. memajukan Islam,5. menentang monopoli VOC dan mengusir VOC dari Banten., dan6. membangun armada memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng danSultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika SultanAgeng mengangkat Pangeran Purbaya putra kedua sebagai putra ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, SultanHaji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkanSultan Ageng dan Pangeran Purbaya. Sebagaiimbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjianpada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Hajisebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atasCirebon, Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku, hanyaBelanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan kain ke wilayahkekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas antara Banten dan tersebut mengakibatkan Banten berada pada posisi yang sulitkarena ia kehilangan peranannya sebagai pelabuhan bebas sejak adanyamonopoli dari 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbayadapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapantahun, Sultan Ageng wafat 1692. Adapun Pangeran Purbaya tertangkapoleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689. Terima kasih atas bantuannya ya teman-teman, silahkan bantu share website ini ke temen-temenmu yang lain juga ya Ringkasantentang Kejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOC; Apa Bedanya Pertumbuhan Primer Dengan Sekunder? Beserta Ciri-cirinya; Latar Belakang Munculnya Perjuangan Diplomasi dan Konfrontasi untuk Irian Barat; Mendalami Unsur Intrinsik Dalam Cerpen; Contoh Surat Resmi

Oleh Lulu Firda K Absen 19 Jatuhnya Kerajaan Banten ke Tangan VOC 1. Kesultanan banten Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam. 1527–1813 Bagian dari Kerajaan Sunda Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan. 1552–1570 Sultan Maulana Hasanuddin 1651–1683 Sultan Ageng Tirtayasa Kesultanan melemah karena Perang saudara persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan ketergantungan akan persenjataan 2. Vereenigde Oostindische Compagnie didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas. Fasilitas VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara. Yang dilakukan VOC Memblokade akses ke pelabuhan Banten → memperlemah perekonomian Banten. Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat oleh Belanda. Penurunan aktivitas perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu. Banten mengadakan perlawanan dengan menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC. Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC potensi geografis dan alam terletak di ujung barat pulau Jawa; jalur perdagangan Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. penghasil lada terbesar di Jawa Barat. penghasil beras. VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Belanda sulit mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan → Banten dipilih sebagai Rendez-vous. Rendez-vous pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker ingin menguasai Banten 3. Sultan Ageng Tirtayasa hubungan kerjasama; Kesultanan Cirebon Mataram Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark bantuan senjata api Penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan . ________________________________________________________________ VOC menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi melawan pasukan Banten→ serdadu Belanda dibelakang Utusan VOC mendatangi SAT pada tanggal 29 April 1658 → perjanjian yang 10 pasal→ SAT mengajukan 2 pasal perubahan → Ditolak oleh VOC → perlawanan dan peperangan secara terus menerus dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659. Lurah AstrasusilaMenyamar sbg pedagang kelapa, membunuh beberapa orang belanda di kapal VOC bersama 2 teman→ Diketahui → Lurah Astrasusila + 2 temannya dibunuh diatas kapal aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten VOCSadar bahwa Banten akan menolak perjanjian gencatan senjata→ membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut → Sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana → ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC. Perjanjian gencatan senjata→VOC mempersulit kedudukan Banten→ kerjasama dengan kesultanan Cirebon dan kesultanan II, menandatangani perjanjian dengan VOC. Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC → Banten semakin terjepit 4. Adu domba, detik detik akhir kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa Pangeran Gusti pergi ke Mekkah meninggalkan kekuasaannya untuk sementara waktukekuasaan tersebut diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepada adiknya yaitu Pangeran Arya balik; kekuasaan Pangeran Purbaya = meluas = Pangeran Gusti iri. Dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji karena iri dan iri Sultan Haji = persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat• menyerahkan Cirebon kepada VOC, • monopoli lada dikendalikan oleh VOC, • membayar ringgit apabila ingkar janji, dan• menarik pasukan Banten yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman Priangan. Syarat dipenuhi Sultan Haji = 27 Februari 1682, pecahlah perang antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa = akhir kekuasaannya. Menyelesaikan perlawanan →Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk SAT. Setelah berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung iring-iringan SAT menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683→SAT berhasil ditangkap, namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos.→ SAT di penjarakan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692.

発送元の地域 京都府. 発送までの日数: 2~3日で発送. ホーム. アニメ. 【福袋セール】 Disney DVD 他 38作品まとめ売り ディズニー. SONY BRAVIA EX700 KDL-52EX700. ダークソウル トリロジー Xbox One 北米版. PlayStation®Vita(PCH-2000シリーズ)【ソンボギ様専用】. ☆【要修理 ringkasan ihwal jatuhnya kerajaan banten ke tangan VOCringkasan perihal kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC? Ringkasan tentang jatuhnya kerajaan banten di tangan VOC Ringkasan perihal kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC ringkasan ihwal kejatuhan kerajaan banten ke tangan VOC sultan haji yg ialah anak dr raja banten sultan ageng tirtayasa dihasut & diadu domba oleh voc untuk menyerang ayahnya sebab akan ditarik jabatannya oleh ayahnyasultan ageng tirtayasa alasannya adalah sultan haji bersekongkol dgn voc..balasannya sultan ageng tirtayasa kalah & kerajaan banten jatuh ke tangan voc.. ringkasan perihal kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC? di daerah banten diresmikan Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC . Hal ini sangat menyulitkan kerajaan banten . VOC melaksanakan monopoli jual beli , sehingga Sultan Ageng tak bahagia melihat perilaku VOC . Pada tahun 1733 VOC mulai berani mendudukan orang – orang luar kerajaan yg bukan ialah keturunan dr Maulana Hassanuddin .Pada tahun 1750 , banten melakukan perlawanan di bawah pimpinan Ratu Bagus Buang & Kiai Tapa . Mereka melaksanakan perlawanan ke titik pertahanan VOC . Namun pasukan Ratu Bagus Buang & Kiai Tapa terus ditekan oleh pasukan VOC yg menyebabkan pasukan banten kalah dlm perlawanan tersebut . Ringkasan tentang jatuhnya kerajaan banten di tangan VOC kerja rodi yg di pimpin oleh voc Ringkasan perihal kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC pada tahun 1619 jayakarta jatuh ditangan voc. kejatuhannya menjinjing akhir buruk bagi banten. voc memaksa para penjualuntuk berlabuh di jayakarta sehingga banten menjadi sepi. sebgai reaksi, rakyat banten yg dipimpin oleh sultan ageng tirtayasa melawan voc. tetapi usaha sultan aeng tak didukung putranya yg bernama sultan haji. untuk menerima tahta kerajaan banten, ia berhubungan dgn voc untuk menyerang ayahnya. sultan ageng kesudahannya ditangkap voc & dibuang kebatavia. sehabis itu tahta diberikan pada sultan haji namun diatur oleh voc ringkasan ihwal kejatuhan kerajaan banten ke tangan VOC pada dikala itu tahun 1619 kota Jayakarta jatuh ke tangan VOC. Jatuhnya Jayakarta menenteng akibat buruk bagi Banten. VOC memaksa para pedagang untuk berlabuh di Jayakarta sehingga Banten menjadi sepi. Sebagai reaksinya, rakyat Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa mengobarkan pertempuran melawan VOC. Akan tetapi, perjuangan Sultan Ageng ini tak disokong oleh putranya yg bernama Sultan Haji. Demi mendapatkan takhta kerajaan Banten, Sultan Haji bekerjasama dgn VOC untuk menyerang ayahnya. Sultan Ageng Tirtayasa risikonya sukses ditangkap oleh VOC dan dibuang ke Batavia. Setelah itu, takhta kerajaan Banten diserahkan terhadap Sultan Haji, namun dikontrol oleh VOC. Buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan banten ke tangan VOC ! Jawab : pada saat itu tahun 1619 kota Jayakarta jatuh ke tangan VOC. Jatuhnya Jayakarta membawa akibat buruk bagi Banten. VOC memaksa para pedagang untuk berlabuh di Jayakarta sehingga Banten menjadi sepi.
Selama tahun-tahun terakhir abad ke-16, Banten tidak diperintah oleh raja melainkan anggota kerajaan yang lebih tua. hal ini terjadi karena wafatnya Sultan Maulana Muhammad saat melakukan penyerangan ke Palembang. Saat itu putra Maulana Muhammad, Sultan Abdul Kadir masih kecil sehingga pemerintahan dikuasai oleh Mangkubumi. Sayangnya, Mangkubumi berhasil ditaklukkan oleh Pangeran Manggala. Pangeran Manggala berkuasa hingga nafas terakhirnya. Setelah itu, Sultan Abdul Kadir yang sudah dewasa memimpin kerajaan Banten sepenuhnya. Pada saat-saat inilah posisi kerajaan Banten kurang diuntungkan. Setelah Sultan Abdul Kadir dewasa dan memegang kekuasaan Banten, maka para pedagang Belanda mulai berdatangan ke Banten dengan bersikap angkuh dan kasar. Saat itu juga bertepatan dengan penyerangan Banten terhadap Palembang. Sepulangnya dari penyerangan itu Belanda masih berada di Banten untuk menunggu hasil panen lada agar bisa dibeli dengan murah. Melihat hal ini, Sultan Abdul Kadir menjadi angkuhnya Belanda, mereka merampok dua buah kapal milik orang Jawa yang penuh dengan lada lalu kabur sambil menembaki kota tetapi beberapa pasukan Banten berhasil menangkap Cornelis de Houtman sebagai pimpinannya. Setelah ditahan selama sebulan, ia bebas dengan tebusan gulden yang kemudian diusir pada tanggal 2 Oktober 1596. Dua tahun kemudian, Belanda kembali ke Banten dengan sikap yang lebih sopan, berbeda dengan sebelumnya. Dengan dipimpin oleh Jacob van Neck, Van Waerwijk dan Van Heemskerck. Mereka merayu Sultan Abdul Kadir dengan cara memberikan hadiah kepada beliau. Dan hasilnya mereka dapat berdagang di Banten dan Jayakarta sehingga dapat membawa 3 kapal penuh lada ke negara mereka, 5 kapal lagi dibawa ke tempat basis mereka yang berada di Maluku. Disatu sisi, kekuasaan Belanda di Batavia membawa keamanan dan ketertiban tersendiri bagi raja-raja Banten dari pengaruh raja-raja Mataram ke arah barat dan serangan dari Palembang. Gambar daerah kekuasaan Kerajaan Banten BERDIRINYA VOC DAN KONFLIK DENGAN KERAJAAN BANTEN Daerah Banten pun menjadi lebih ramai dari sebelumnya dengan banyaknya kapal-kapal asing yang berlabuh. Tidak lain tujuan mereka adalah berdagang. Tetapi dengan bertambahnya para pedagang di daerah itu tidak menutup kemungkinan terjadinya kecurangan. Di wilayah Kerajaan Banten didirikanlah Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC. Hal ini menyulitkan Kerajaan Banten untuk bergerak lebih leluasa. Maka dengan ketegasan Sultan Abul Mufakhir keberadaan VOC ini dapat teratasi dengan memindahkan kantor VOC ke Batavia. VOC mengadakan siasat blokade terhadap pelabuhan niaga Banten, melarang dan mencegah jung-jung kapal dagang dari Cina dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten yang membuat pelabuhan Banten hampir lumpuh. Perlawanan sengit orang Banten terhadap VOC pecah pada bulan November 1633 dengan mengadakan “gerilya” di laut sebagai “perompak” dan di daratan sebagai “perampok” sehingga memprovokasi VOC untuk melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Kota Banten sendiri berkali-kali diblokade. Perjanjian damai baru tertandatangani pada tahun 1639. Walau begitu hubungan keduanya masih tetap memanas. Situasi perang terus berlangsung selama enam tahun, dan ketegangan masih terus terjadi hingga wafatnya Sultan Abul Mufakhir pada tahun 1651 dan digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Mu’ali Ahmad atau Pangeran Ratu Ing Banten atau Sultan Abulfath Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1672. Menginjak abad ke-17, Banten mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kerajaan Banten semakin memperuncing permusuhannya dengan VOC. hal ini terlihat dari perusakan terhadap 2 kapal belanda karena dinilai terlalu memaksa untuk memonopoli perdagangan di terus terjadi konflik antara keduanya. Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli strategi perang berhasil membina mental para prajurit Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar, dan daerah lainnya. Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama Islam juga mendorong pesatnya kemajuan agama Islam selama pemerintahannya. Pelabuhan Banten yang semula diblokade VOC perlahan namun pasti mulai pulih ketika Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menarik perdagangan bangsa Eropa lainnya, seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis yang notabene merupakan pesaing berat VOC. Strategi ini bukan hanya berhasil memulihkan perdagangan Banten namun sekaligus memecah konflik politik menjadi persaingan perdagangan antar bangsa-bangsa Eropa. Selain mengembangkan perdagangan, Sulta Ageng Tirtayasa gigih berupaya juga untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan sekitar Batavia guna mencegah perluasan wilayah Mataram yang telah masuk sejak awal abad ke-17. Selain itu juga mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC yang tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten. VOC yang mulai terancam oleh pengaruh Sultan Ageng Tirtayasa yang makin luas, pada tahun 1655 mengusulkan kepada Sultan Banten agar melakukan pembaruan perjanjian yang sudah hampir 10 tahun dibuat oleh kakeknya pada tahun 1645. Akan tetapi, Sultan dengan tegas bersikap tidak merasa perlu memperbaruinya selama pihak VOC ingin menang sendiri. Meskipun disibukan dengan urusan konflik dengan VOC, Sultan tetap melakukan upaya-upaya pembangunan dengan membuat saluran air untuk kepentingan irigasi sekaligus memudahkan transportasi dalam peperangan. Upaya itu berarti pula meningkatkan produksi pertanian yang erat hubungannya dengan kesejahteraan rakyat serta untuk kepentingan logistik jika menghadapi peperangan. Karena Sultan banyak mengusahakan pengairan dengan melaksanakan penggalian saluran-saluran menghubungkan sungai-sungai yang membentang sepanjang pesisir utara, maka atas jasa-jasanya ia digelari Sultan Ageng Tirtayasa. Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik maupun bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi pada pedagang asing dari Persia, India, Arab, Cina, Jepang, Filipina, Melayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat dengan Inggris, Prancis, Denmark, dan Turki. Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kejayaannya, di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya yang sangat disegani, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia. PERANG SAUDARA DAN POLITIK ADU DOMBA VOC Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul konflik dalam istana. Putra Mahkota, Sultan Abu Nasr Abdul Kahar, yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dan dibantu oleh puteranya sendiri, Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan ini dimanfaatkan VOC untuk mendekati dan menghasut Sultan Haji guna melawan dalam istana tersebut dimanfaatkan oleh VOC dengan politik Devide Et Impera atau biasa kita sebut politik adu domba. VOC membantu Sultan Haji untuk menjatuhkan Sultan Ageng Tirtayasa. Ambisi Putra Mahkota menimbulkan konflik dengan ayahnya, Sultan Ageng. Dukungan Putra Mahkota Sultan Haji kepada VOC dikarenakan pendekatan dan penghasutan yang dilakukan oleh wakil Belanda di Banten bernama W. Caeff. Karenannya Putra Mahkota ini mencurigai Sultan Ageng dan anaknya yang bernama Pangeran Arya Purbaya, sebab takut dirinya tidak bisa naik tahta kesultanan karena masih ada Pangeran Purbaya dan akhirnya Putra Mahkota ini meminta bantuan VOC dan menerima persyaratan yang diajukan oleh mereka. Pada tahun 1680 Sultan Ageng berniat untuk perang melawan VOC ketika para pedagang Banten dianiaya. Namun, sebelum perselisihan dimulai, muncullah tetek bengek dari Putra Mahkota karena ia mengambil alih kekuasaan, terlebih lagi menawan Sultan Ageng di kediamannya. Semakin dia berpaling ke Belanda, maka semakin banyak pula dia kehilangan dukungan dari kaum muslim. Perang saudarapun tidak dapat dielakkan. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk Sultan berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung iring-iringan Sultan Ageng menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683. Pangeran Purbaya dan Syeh Yusuf berhasil lolos. Namun, artileri Belanda berhasil menangkap Sultan Ageng dan menahannya di Banten yang kemudian dipindahkan ke Batavia sampai meninggal pada tahun 1692. Gambar puing istana Surosowan, dibangun pertama kali oleh Sultan Banten pertama Maulana Hasanudin, putra Sunan Gunung Jati. Akan tetapi Belanda masih tidak bisa tidur lelap, karena perjuangan pasukan Banten tidak terhenti sampai di situ. Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya. Dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka. Puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan. Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia. Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. Seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 April 1684 antara Kesultanan Banten yang diwakili oleh Sultan Abdul Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiai Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara, dan Pangeran Natawijaya, dengan VOC yang diwakili oleh Komandan dan Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wonderpoel, Evenhart van der Schuer, serta kapten bangsa Melayu Wan Abdul Bagus, maka lenyaplah kejayaan dan kemajuan Kesultanan Banten, karena ditelan monopoli dan penjajahan Belanda VOC. Akibat perjanjian ini Kesultanan Banten diambang keruntuhan. Penderitaan rakyat semakin berat bukan saja karena pembersihan atas pengikut Sultan Ageng Tirtayasa serta pajak yang tinggi, selain karena Sultan harus membayar biaya perang, juga karena monopoli perdagangan VOC. Rakyat dipaksa untuk menjual hasil pertaniannya, terutama lada dan cengkeh, kepada VOC melalui pegawai kesultanan yang ditunjuk, dengan harga yang sangat rendah. Sultan seolah-olah hanya sebagai pegawai VOC dalam hal pengumpulan lada dari rakyat. Pedagang-pedagang Inggris, Prancis dan Denmark karena banyak membantu Sultan Ageng Tirtayasa dalam perang yang lalu, diusir dari Banten. Setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Perampokan dan pembunuhan terhadap para pedagang dan patroli VOC, baik di luar kota maupun di dalam kota. Pernah terjadi pembakaran yang menghabiskan 2/3 bangunan di dalam kota. Ketidakamanan pun terjadi di lautan, banyak kapal VOC dibajak oleh “bajak negara” yang bersembunyi di sekitar perairan Bojonegara sekarang salah satu kecamatan di Kabupaten Serang. Selangkah demi selangkah VOC mulai menguasai Kesultanan Banten. Benteng VOC mulai didirikan pada tahun 1684-1685 di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan, dan benteng ini dirancang oleh arsitekur yang sudah masuk Islam dan menjadi anggota kesultanan bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel. Benteng yang didirikan itu diberi nama Speelwijk, untuk memperingati Gubernur Jenderal Spleelma. Dengan demikian, praktis Banten sebagai pusat kekuasaan dan kesultanan telah pudar. Demikian pula peranan Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa telah tertutup. Tidak ada lagi kebebasan melaksanakan perdagangan. Sebagian besar rakyat tidak mengakui Sultan Haji sebagai sultan. Oleh karena itu, kehidupan Sultan Haji selalu berada dalam kegelisahan dan ketakutan. Penyesalan perlakuan buruknya terhadap ayahnya sendiri, saudara, sahabat, dan prajurit-prajurit yang setia. VOC yang dulu dianggap sebagai sahabat dan pelindungnya, akhirnya menjadi tuan yang harus dituruti segala kehendaknya. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Sedakingkin sebelah utara Masjid Agung Banten, sejajar dengan makam ayahnya. Setelah meninggalnya Sultan Haji, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690 diangkat mengantikan Sultan Haji. Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudian wafat. Selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Dengan adanya campur tangan dari VOC dalam masalah kepemimpinan menimbulkan ketidakefektifan dalam menjalankan tugasnya. Dan puncaknya adalah ketika VOC pada tahun 1733 mulai berusaha mendudukan orang-orang luar kerajaan yang bukan dari keturunan Maulana Hasanudin di tahta Kerajaan Banten melalui agen-agen politiknya yang masuk dalam lingkungan keraton Banten. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Bantenpun merebak, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Pada tahun 1751 denga kekuatan pasukan orang melakukan serangan ke titik pertahanan VOC. Namun apa daya kekuatan persenjataan yang tidak seimbang mengakibatkan pasukan Ratu Bagus dan Kiai Tapa ditekan habis-habisan oleh pasukan VOC sampai ke pedalaman Banten dekat daerah Jasinga. Kekalahan ini menyebabkan Kiai Tapa sampai pada suatu kesimpulan, yaitu Belanda tidak bisa dihancurkan kecuali terlaksananya peperangan secara serentak di berbagai daerah. Karena itu ia mencari dukungan dari berbagai daerah, tetapi tidak mendapatkannya sesuai yang diharapkan. Walaupun tahta kerajaan berhasil dikembalikan pada keturunan Maulana Hasanudin, tetapi sebenarnya mereka telah berada dalam genggaman Belanda yang pada akhirnya menjajah daerah Nusantara. Sejak tahun 1752 Banten telah menjadi budak pengikut dari VOC. AKHIR RIWAYAT KERAJAAN BANTEN Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan Istana Surosowan dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten. REFERENSI De Graaf, H. J. dan TH. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama Di Jawa. Jakarta Pustaka Utama Grafiti. H. Lubis, Nina. 2003. Banten Dalam Pergumulan Sejarah Sultan, ulama, jawara. Jakarta Pustaka LP3ES Indonesia de Graaf dan Th. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama Di Jawa. Terjemahan bahasa Indonesia. Jakarta Pustaka Utama Grafiti Gunawan, Restu dkk 2013. Sejarah Indonesia kelas X. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ricklefs, 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta PT. Serambi Ilmu Semesta Sekretariat DPRD Provinsi Banten 2004. Mengawal Aspirasi Masyarakat Banten Menuju Iman Taqwa Memori Pengabdian DPRD Banten Masa Bhakti 2001-2004, diterbitkan oleh Sekretariat DPRD Provinsi Banten Kesultanan Banten. Diakses 26 Juni 2014. Tersedia Credit Gambar

Dimanfaatkanoleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji (karena iri) dan ayahnya. Rasa iri Sultan Haji = persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat: • menyerahkan Cirebon kepada VOC, • monopoli lada dikendalikan oleh VOC,

Di daerah banten didirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC . Hal ini sangat menyulitkan kerajaan banten . VOC melakukan monopoli perdagangan , sehingga Sultan Ageng tidak senang melihat perilaku VOC . Pada tahun 1733 VOC mulai berani mendudukan orang – orang luar kerajaan yang bukan merupakan keturunan dari Maulana Hassanuddin .Pada tahun 1750 , banten melakukan perlawanan di bawah pimpinan Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa . Mereka melakukan perlawanan ke titik pertahanan VOC . Namun pasukan Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa terus ditekan oleh pasukan VOC yang menyebabkan pasukan banten kalah dalam perlawanan tersebut . KejatuhanBanten Ke Tangan Voc ( ͡눈 ͜ʖ ͡눈) Diskusikan dan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan Kerajaan Banten ke tangan VOC! Untuk kalian yang ingin mendapat jawaban dari pertanyaan tentang Kejatuhan Banten Ke Tangan Voc , Kamu bisa memperhatikan jawaban yang tersedia, dan semoga jawaban dibawah bisa membantu kamu menjawab persoalan – Kerajaan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Awal berdirinya sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan ini dilakukan oleh Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati. Kemudian di tahun 1570, Maulana Yusuf, putra dari Maulana Hasanuddin naik tahta dan melanjutkan ekspansi Banten dengan menaklukkan kerajaan Padjajaran di tahun 1579. Setelah itu ia digantikan lagi oleh putranya, yaitu Maulana Muhammad yang mencoba menaklukkan Palembang di tahun 1596 namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukan Banten bertahan selama hampir 3 abad lamanya bahkan hingga mencapai masa kejayaan yang luar biasa. Masa kejayaannya bersamaan dengan kedatangan penjajah dari Eropa dan menanamkan pengaruhnya di bumi nusantara termasuk di kerajaan kejayaan kerajaan Banten berlangsung di masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa yang bertahta sejak tahun 1651 hingga 1682. Pada masa itu Banten memiliki armada yang mengesankan, yang dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya, Kerajaan Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura Kalimantan Barat dan menaklukkannya di tahun 1661. Pada masa itu Kerajaan Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Kerajaan Banten ke tangan VOCPasukan Banten mulai menyerang Batavia pada tahun 1652 yang dimulai dari Tangerang dan Angke. Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak 2 kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng. Bahkan Sultan Ageng menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengrusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Banten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal saat itu, Kerajaan Banten juga mendapat sejumlah dukungan dari beberapa kerajaan seperti Kesultanan Cirebon dan Mataram. Ditambah lagi sejumlah dukungan dari luar negeri seperti Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark yang memberikan bantuannya berupa senjata api. Hal ini semakin memperkuat kedudukan dan kekuatan kerajaan Banten dalam menghadapi Banten mulai melemah ketika terjadinya perang saudara. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1680 dimana muncul perselisihan dalam Kerajaan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji Sultan Abu Nashar Abdul Qahar. Perpecahan inipun dimanfaatkan oleh VOC Vereenigde Oostindische Compagnie yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat Haji pun berhasil mengambil alih kekuasaan sehingga kerajaan Banten pun tidak lagi mendapat sejumlah dukungan dari kerajaan lainnya terutama dari kaum muslim mengingat saat itu kekuasaan dipegang oleh Sultan Haji yang berpihak pada VOC. Oleh karena itu, untuk memperkuat posisinya, Sultan Haji sempat mengirimkan 2 orang utusannya untuk menemui Raja Inggris di London pada tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sementara itu, Sultan Ageng bersama putranya yang lain, yaitu Pangeran Purbaya serta Syekh Yusuf dari Makassar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683, Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di mengapa Sultan Haji berpihak pada VOC dan tega merebut kekuasaan ayahnya? Hal ini dikarenakan adanya pendekatan dan penghasutan yang dilakukan oleh seorang wakil Belanda di Banten, yaitu W. Caeff. Karenanya, Sultan Haji mencurigai Sultan Ageng dan saudaranya, Pangeran Purbaya yang akan naik tahta. Karena takut bahwa dirinya tidak bisa naik tahta karena masih ada saudaranya yang lain, maka Sultan Haji pun akhirnya meminta bantuan VOC dan menerima semua persyaratan yang diajukan oleh masa pemerintahannya, Kerajaan Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan. Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu saja campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang akhirnya menjadikan putra pertama Sultan Haji, yaitu Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abdul Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690. Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudian ia pada akhirnya kerajaan ini benar-benar runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan yang merupakan simbol kekuasaan kota Intan di Banten dihancurkan. Ditambah lagi di masa-masa akhir pemerintahannya, para Sultan Banten tidak lebih dari sekedar Raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda. PIOXTGS.
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/905
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/719
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/657
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/185
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/949
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/198
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/503
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/162
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/194
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/916
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/928
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/784
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/832
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/332
  • 1vpzvnyvga.pages.dev/359
  • ringkasan tentang kejatuhan kerajaan banten ke tangan voc